“Dito, bisa jadi menteri di usia muda. Kudanya siapa? Airlangga bro!” adalah diskusi berat di siang hari bolong dengan seorang sahabat saya yg hebat. Beliau adalah pembelajar yg tangguh dan konsisten. Berprinsip yg teguh, dan sekali prinsip tidak akan pernah goyah.
Saya jadi kepo mengenai konsep horsing theory. Sejurus kemudian saya cari ceramahnya Bapak T.P Rahmat, taipan yg penuh falsafah kehidupan, yg beliau infokan bahwa saya harus dengerin. Okelah, akhirnya saya coba dengerin.
Setelah saya mendengarkan konsep tersebut, justru ada yg saya pikirkan lain. Horsing theory tidak sekedar naik kuda. tapi punya kemampuan juga dalam mengendarai kuda. Lihai.
Alih-alih saya dapatkan teori kita sukses perlu dengan menggunakan kuda, justru saya berpikir bahwa kuda tersebut akan bisa dikendarai jika dalam diri kita dulu mampu utk menungganginya.
Saya cuma berpikir sederhana, kalau kuda itu pelan dan kita baru belajar naik kuda, pasti kita bisa naikin. Tapi kl kuda yg kita temui adalah kuda yg berlari kencang pada saat kita baru belajar naik kuda, udah pasti itu kita akan mundur sendiri mau naik kuda itu.
Contohnya, salah satu teman kampus kita adalah anak taipan. Tapi udah lama kita ga kontak. Ketemu pas kuliah saja, itu juga bisa kenal karena kebetulan absennya pada huruf depan yg sama. Kita menyadari kalau usaha kita itu kelas cere. Kita menyadari juga kalau kita bisa “main” sama dia, kita bisa terangkat. Tapi ibarat kuda tadi, kita tuh jadi ga enak. Karena merasa “beda level”. So, pelan-pelan kita mundur. Kita lebih enak berteman saja, sampai kita siap pada posisinya (sekufu).
Saya sampai pada benang merah, sungguh, kuda terbesar itu adalah diri kita sendiri. Dengan visi dan keyakinan serta greget yg kuat, hingga orang itu datang sendiri pada kita. Sampai pada titik itu, orang yg kita anggap hebat selama ini, malah merapat ke kita, dan dgn vibes yg satu frekuensi, kita lebih pede utk melangkah bersama orang yg kita selama ini anggap akan menjadi kuda kita. Bukan lagi berada satu level di bawahnya, melainkan menjadi partner selevel.
Horsing theory itu akan berlaku ketika di dalam diri kita memiliki kemampuan yg dapat ditunjukkan dari hasil pemikiran, eksekusi, dan output nyata di lapangan. Hingga orang yg kita anggap bisa menjadi kendaraan kuda kita utk melaju, dengan senang hati akan menggaet kita. Tidak perlu kita yg susah-susah menggaet dia. Ibarat peribahasa, “ada gula, ada semut.” Bikin dulu yg manis, maka nanti semut akan datang Atau peribahasa lainnya, “apa yang kita tanam, itu yg kita tuai.” Beri dulu kebaikan, makan kita akan menerima kebaikan lagi. Maksudnya adalah mulai dari kita dahulu, baru kemudian semesta akan menyertainya.
Sahabat, percaya dirilah dengan diri Anda. Yakinlah kepada Tuhan, bahwa Anda selalu diiringi olehNya. Hingga keyakinan tersebut akan membuat semesta mendukung utk mengiringi Anda. Pada titik itulah, kuda-kuda kesuksesan Anda akan datang sendiri kepada Anda.
Quantum Leap
Ketika Anda di level 1, Anda diketemukan kuda level 1. Ketika Anda memantaskan diri naik ke level 2, maka Anda akan diketemukan dgn kuda level 2, dan pada saat Quantum Leap itu tiba, anda akan diketemukan dgn orang yg mengangkat Anda setinggi-tingginya sesuai kemampuan Anda. Jika memang Anda layak langsung ke level 10, maka Anda tidak perlu melalui tahapan sebelumnya. Konsep rejeki itu bukan aritmatika, melainkan deretan geometri. Asalkan kita mau memantaskan diri, dan meningkatkan kapasitas kita dgn cara belajar, belajar dan terus belajar.
Keep learning, keep strong, keep humble.
#pengusahapejuang
#pejuangpengusaha
Tribute to “Mas Wakhid”